Tuesday, January 30, 2018

Jalan Jalan ke Banyuwangi Part #5 dari 8 : Baluran, Savana Bekol, Hutan Bakau Pantai Bama dan Nasi Tempong


Keesokan paginya saya menyempatkan diri kembali ke dermaga kayu di belakang hotel, sayang pintu belakang ke arah pantai, baru dibuka jam 05:00, sehingga momen melihat sunrise menjadi sangat terbatas. Saya dan istri lalu lanjut berjalan-jalan ke perkampungan nelayan di sebelah hotel, dan masuk kembali lewat jalan utama. Setelah sarapan pagi di hotel, Mas Rudi menjemput kami sekitar jam 09:00.








Kamipun bergegas menuju Taman Nasional Baluran, 40 kilometer ke arah utara. Dari Hotel Ketapang Indah kami melewati lokasi terminal ferry antar pulau Ketapang – Gilimanuk dan terus melaju selama sekitar 90 menit. Jika bicara mengenai lokasi, sebenarnya kawasan ini tidak bisa dikatakan sebagai Banyuwangi melainkan juga sebagian merupakan wilayah dari Bondowoso.

Sambil jalan Mas Rudi cerita mobil yang baru berusia 3 tahunan ini sudah menempuh sekitar 230 ribu km. Dan sudah sekali ganti kaki-kaki, soal penggantian kaki-kaki ini baru saya pahami setelah melihat rute Baluran yang cukup hancur mulai dari pintu gerbang sampai Pantai Bama sepanjang sekitar 15 km.




Kenapa dinamai Baluran, nama ini mewakili nama gunung dikawasan ini. Taman Nasional Baluran yang memiliki luas 25.000 HA, juga sering dijuluki sebagai Little Africa, karena 40% lahannya terdiri dari savana, sisanya berupa hutan musim, hutan pantai, dan hutan pegunungan bawah. Baluran sendiri,  dahulunya merupakan inisiatif Gubernur Hindia Belanda dan diresmikan pada tahun 1937. Pada tahun 1980, menteri pertanian mengumumkan kawasan ini sebagai Taman Nasional.

Melewati Savana Bekol kami disuguhi pemandangan eksotis. Sesekali terlihat lutung alias sejenis monyet berwarna hitam kelam sedang bergelantungan di pepohonan. Kami lalu berhenti di Bekol View Point, menikmati Kelapa Muda dan Pisang Goreng yang rasanya benar-benar lezat. 




Mirip seperti di Pulau Komodo, tengkorak Banteng nampak disusun berjajar dan menjadi sasaran obyek foto wisatawan. Kami lalu jalan ketengah savana, sayang saat kami mendekati rombongan kerbau liar, petugas segera bergegas meminta kami menjauhi kawanan kerbau tersebut, karena sangat berbahaya.




Setelah puas mengamati Savana Bekol juga kumpulan kera yang berkeliaran, kami lanjut ke Pantai Bama. Dalam perjalanan sejauh mata memandang hanya rerumputan dan pohon-pohon berukuran besar dengan cabang-cabang kering yang terlihat eksotis. Sesekali kami melihat kawanan rusa dalam jumlah besar. Sayang kami tidak melihat banteng, ajag, kancil, dan kucing bakau. Jika beruntung dan momennya pas, sebagian wisatawan dapat menyaksikan pertarungan rusa jantan, kera abu-abu memancing kepiting dengan ekornya, atau tarian burung merak di musim kawin. 
Sampai di Pantai Bama, kami langsung ke sisi kanan masuk ke hutan bakau, dan menyusuri semacam dermaga sampai ke pinggir laut. Akar-akar bakau yang saling terjalin menimbulkan suasana mistis, sayangnya dermaga ini memiliki panjang yang terbatas. Juga terlihat kawanan kera bermain-main di pinggir hutan.






Kami langsung menuju warung yang berjejer agak kedalam dan memesan Nasi Tempong, yang langsung kami nikmati bersama  teh botol. Sambalnya enak sekali, dan masakan khas Banyuwangi yang merupakan paduan daun kemangi, daun kenikir, tahu, tempe, bakwan goreng jagung, ikan jambal goreng tepung ini, langsung menghapus lelah dan haus dalam perjalanan.  Sambal pedas yang digunakan merupakan asal muasal nama tempong yang artinya sama dengan tampar, untuk menggambarkan rasa, saat indra perasa kita ditampar rasa pedas. Setelah kenyang kami kembali menuju Ketapang. 








Lanjut ke link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2018/01/jalan-jalan-ke-banyuwangi-part-6-dari-8.html

No comments: