Tuesday, July 11, 2017

Jelajah Nusa Tenggara Timur Part #3 dari 12 : Kupang


Minggu malam 25/6/2017 alias hari pertama lebaran, kamipun berangkat dari Bandung sekitar jam 20:00, sampai di Grogol, Jakarta menjelang tengah malam, kami langsung beristirahat dan bangun jam 02:30 pagi untuk berkemas. Dengan menggunakan Uber start jam 03:11, setelah menempuh 23 km.  kamipun sampai di terminal 3 yang malam itu terlihat megah pada jam 03:32.
Kejutan buat saya, kini tripod kamera SLR, diminta masuk bagasi, padahal kami sengaja membawa barang seringkas mungkin agar cukup menggunakan kabin saja. Karena petugas tidak bisa memastikan boleh tidaknya membawa  tripod action camera, untuk amannya sekalian saya masukkan dalam tas tripod kamera SLR. Antara GA 456 dan GA 7027 merupakan connecting flight, jadi meski menggunakan pesawat yang berbeda, petugas menjamin barang kami bisa diambil di Ende.










Pesawat Garuda yang kami gunakan yakni model Bombardier CRJ1000 buatan Kanada, akhirnya mendarat sekitar jam 08:00 di Bandara El Tari Kupang, Pulau Timor. El Tari mengambil nama gubernur kedua NTT yang menjabat dari 1966 sd 1978. Istri langsung bergegas berbicara dengan seorang wanita manis dan ramah dengan raut wajah Portugis yang berjaga di stand pariwisata mengenai destinasi selama masa transit sekitar 4 jam. Tak lama kami memesan taksi yang dikemudikan Hengky sosok pria Kupang yang sama sekali belum pernah meninggalkan Pulau Timor sejak lahir, dan Oom Hengky  demikian beliau lebih suka dipanggil mematok tarif Rp. 200.000 untuk keliling kota.  Taksi yang kami gunakan mobil Avanza putih dengan lambang koperasi TNI AU, sepertinya mirip dengan pola bisnis yang digunakan di Bandara Husen Sastranegara Bandung.


Kupang sendiri merupakan ibukota NTT yang meliputi Sumba, Timor, Flores,  Rote, Komodo, Rinca dan banyak pulau-pulau kecil disekitar perairan Labuan Bajo. Seperti Kupang yang saya lihat sekitar 16 tahun lalu saat saya berkunjung sendirian, suasana pulau atol ini masih panas, gersang dan didominasi tanah yang berwarna keputihan layaknya pasir pantai dan rumput yang gersang menguning. Kami mengunjungi beberapa destinasi seperti

  • Kantor Gubernur NTT, kantor yang berlokasi di Jalan EL Tari 52 ini, baru diresmikan Desember 2016, arsitekturnya unik karena mengikuti bentuk Sasando, alat musik tradisional asal Pulau Rote. 


  • Rumah Jabatan Gubernur NTT, rumah yang berlokasi di jalan Polisi Militer No 3 ini, memiliki halaman yang sangat luas, namun berbeda dengan Kantor Gubernur, bangunan ini terlihat sudah cukup tua.
  • Pusat oleh-oleh Kupang C and A, Jalan Bung Tomo III / 10, namun sepertinya tak banyak makanan khas Kupang yang ada, di tempat ini lebih banyak berbagai jenis kain, patung, gantungan kunci , dll.

  • Pusat oleh-oleh Kupang, CV Mitra Agung Utama, Jalan Jenderal Soeharto No 90, dimana istri membeli Sasando  mini dan topi mini khas penduduk Pulau Rote.
  • Depot Raja Laut, untuk makan siang dengan menu  1 Ekor Ikan Bakar, 1 Porsi Cumi Goreng, 1 Porsi Udang, 1 Porsi Cah Kangkung, 5 Porsi Tahu Tempe, 2 Teh Botol,  2 Teh Tawar, 1 Air Mineral, 5 Nasi Putih, dengan masakan yang cukup lezat dan total biaya Rp. 326.000. Penjualnya ternyata berasal dari Malang, dan dengan semangat dia langsung mengajak kami berbahasa Jawa.


Setelah makan, kami langsung kembali menuju Bandara El Tari, namun kami berhenti sebentar di sebuah warung Kelapa Muda dengan dua penjual berpenampilan bak preman,  namun ternyata ramah. Karena si penjual memang tidak menyediakan sedotan, maka kami langsung menyedot air kelapa dari lubang yang mereka buat, lalu buah kelapa dibelah dua, dan si penjual membuat sendok alam dari potongan kulit kelapa.



Selesai menuntaskan dahaga kami langsung kembali ke Bandara El Tari, dan terbang menuju Ende dengan menggunakan Garuda ATR 72-600 bermesin baling-baling hasil kolaborasi Perancis – Italia. 

No comments: