Wednesday, December 30, 2015

Jelajah Sumatera Part #7 dari 10 : Menuju Padang

Tanggal : 23/Des/2015

Target

  • Sate Mak Syukur – Jalan Mohammad Syafei, Padang Panjang.
  • Istano Basa Pagaruyung – Tanjung Emas, Batusangkar.
  • Danau Singkarak – Perbatasan Solok dan Tanah Datar.
  • Lembah Anai – 60 kilometer menjelang Padang dari arah Pandang Panjang.
  • Jajanan Sinjai Christine Hakim / Panda – Jalan Nipah (gagal dikunjungi dan diganti dengan Kripik Sinjai Panda)
  • Nasi Kapau – Jalan Bandar Damar (gagal dikunjungi karena dihadang kemacetan parah saat memasuki Padang)
  • Pantai Painan (gagal dikunjungi karena Padang macet luar biasa)
Penginapan 

  • Sofyan Inn Rangkayo Basa - Jalan Moh. Yamin 
Kondisi Jalan


  • Total jarak : 197 km / 5 jam 
  • Melewati arah Padang Panjang (Sate Mak Syukur) , Batusangkar (Istano Basa Pagaruyung), arah Solok (Danau Singkarak), dan kembali ke arah Padang Panjang (menuju Padang) karena Solok sedang ada perbaikan jalan.  Rute idealnya adalah Bukit Tinggi, Batu Sangkar, Danau Singkarak dan kearah Padang lewat Solok. 
  • 85% mulus, jalan mulai berkelok kelok dan sempit khususnya ke Istano Basa Pagaruyung, Batusangkar sedangkan rute ke Padang relatif lebih lebar. 




Kali ini kami melaju menuju Sate Mak Syukur, sampai sekitar jam 12:30 dan begitu sampai serta duduk tanpa ditanya sama sekali oleh pelayan, mendadak di depan kami masing-masing sudah terhidang Seporsi Sate Padang panas berasap. Model pelayanannya mirip dengan Ayam Sambal Hijau Sari Rasa, tak ada pilihan menu, dan makanan terhidang begitu saja.





Dari sini kami menuju Istano Pagaruyung, saat melintas nampak rombongan pejabat melintas dan dengan seenaknya nyaris menabrak kami yang belakangan ternyata rombongan Gubernur yang baru  meresmikan pembukaan acara pramuka. Kami melewati pemandangan yang luar biasa indah, sawah yang bertingkat, air yang mengalir dimana mana, lembah dan bukit yang berlapis lapis dan padi yang menguning.



Tiket masuk ke Istano Basa Pagaruyung adalah Rp. 5.000 per orang, sedangkan untuk sewa pakaian dikenakan biaya Rp. 35.000 untuk dewasa dan Rp. 30.000 untuk anak-anak. Biaya pemotretan Rp. 20.000 per sekali potret, sudah termasuk hasil cetakan. Kedua remaja, saya minta menuju jendela tertinggi diatas, dan saya abadikan secara khusus dengan tiga x pembesaran. 


Istano Basa yang lebih terkenal dengan nama Istano Basa Pagaruyung, adalah Istana yang terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Istana ini merupakan obyek wisata budaya yang terkenal di Sumatera Barat. Namun Istano Basa yang berdiri sekarang sebenarnya adalah replika. Istano Basa asli terletak di atas bukit Batu Patah dan dibakar Belanda sampai habis pada sebuah kerusuhan berdarah pada tahun 1804. Istana tersebut kemudian didirikan kembali namun kembali terbakar tahun 1966.

Proses pembangunan kembali Istano Basa dilakukan dengan peletakan tunggak tuo (tiang utama) pada 27 Desember 1976 oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Harun Zain. Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah selatannya. Pada akhir 1970-an, istana ini telah bisa dikunjungi oleh umum.Namun lagi-lagi pada tanggal 27 Februari 2007, Istano Basa mengalami kebakaran hebat akibat petir yang menyambar di puncak istana. Akibatnya, bangunan tiga tingkat ini hangus terbakar. Ikut terbakar juga sebagian dokumen, serta kain-kain hiasan. Diperkirakan hanya sekitar 15 persen barang-barang berharga yang selamat. Barang-barang yang lolos dari kebakaran tersebut sekarang disimpan di Balai Benda Purbakala Kabupaten Tanah Datar. Harta pusaka Kerajaan Pagaruyung sendiri disimpan di Istano Silinduang Bulan, 2 kilometer dari Istano Basa.



Setelah sampai jam 14:30, kami parkir di seberang jalan dan berjalan kaki menuju Istana yang megah ini, meski sudah sempat terbakar karena disambar petir, namun sudah kembali diperbaiki dengan sempurna. Dibagian sayap nampak dua bangunan kayu yang berfungsi sebagai lumbung. Adik ipar sekeluarga dan Si Bungsu dengan bersemangat menyewa baju tradisionil untuk digunakan dalam sesi foto.




Lalu kami langsung menuju Danau Singkarak, dan sampai sekitar jam 16:15, lalu menepi di lokasi bernama Tanjung Mutiara.  Sedikit masuk kedalam dan melewati dua pos pembayaran sumbangan untuk warga sekitar. Untuk masuk kesini dikenakan biaya Rp. 3.000 untuk dewasa dan Rp. 2.000 untuk anak-anak, sedangkan mobil dikenakan Rp. 5.000. 

Disini kami berleha leha menikmati beberapa jajanan termasuk Ikan Bilih sambil menikmati pemandangan yang indah. Air danau ini sangat jernih, menurut pemilik warung yang ternyata pernah berjualan di Pasar Minggu, hal ini disebabkan dua hal yakni sumber air yang mengalir dari Gunung Marapi dan keluar di Sawah Lunto, selain itu tidak adanya budidaya ikan yang umumnya berkontribusi ke jernihnya air danau. Di Danau Maninjau menurut beliau ratusan ton pakan ikan disebar setiap harinya, sementara di Danau Singkarak karena adanya Ikan Buntal, budidaya ikan tidak berkembang dengan baik. Ikan Buntal yang ada di Singkarak memangsa ikan budidaya, dan berbeda dengan keluarganya di Jepang, ikan Buntal Singkarak bisa dimakan dan tidak beracun.



Ikan Bilih merupakan spesies ikan yang diperkirakan hanya hidup di danau ini, dan menjadi salah satu makanan khas. Total hanya ada 19 spesies ikan yang hidup di Danau Singkarak, yang berlokasi di Kabupaten Solok dan Tanah Datar ini, dan ini menunjukkan keanekaragaman ikan di tempat itu tidak terlalu tinggi. Kondisi Danau Singkarak yang menyebabkan daya dukung habitat ini untuk perkembangan dan pertumbuhan organisme air seperti plankton dan betos, sangat terbatas. Padahal komunitas plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan basis dari terbentuknya suatu mata rantai makanan dan memegang peranan sangat penting dalam suatu ekosistem danau alias menjadi sumber makanan ikan. Bisa jadi penjelasan Bapak Penjaga Warung ada benarnya, air yang terus berganti menyebabkan tingkat kejernihan meningkat sekaligus tidak cocok bagi budidaya ikan.  

Di Danau Singkarak kita bisa berenang dengan menyewa pelampung seharga Rp. 5.000 perbuah, sambil menunggu anak-anak berenang kami memesan kopi dan Mie Rebus, menghabiskan sore disini rasanya seperti berada di alam lain. 

Karena Solok sedang ada perbaikan jalan, maka kami terpaksa mengubah rute menginap di Pantai Painan menjadi ke Padang melewati Lembah Anai yang terkenal dengan air terjunnya. 




Anak-anak yang sangat ingin mencoba Nasi Kapau Bandar Damar akhirnya terpaksa menelan ludah saat kami harus berhadapan dengan kemacetan parah saat memasuki Padang. Mengingat sudah menjelang jam 21:00 maka kami memutuskan untuk makan di Lamun Ombak, namun ternyata bukan keputusan yang jelek, karena masakannya termasuk enak, dan kami hanya perlu membayar Rp. 173.000 untuk berbagai hidangan bagi 7 orang.

Sebelum menuju hotel kami menuju Kripik Sinjai Christine Hakim di jalan Nipah.  Rutenya melewati daerah pelabuhan yang di saat malam membuat kami ragu akan akurasi GPS. Sayang seribu sayang ternyata sudah tutup sehingga kami terpaksa membeli oleh-oleh di sebelahnya yakni Kripik Sinjai Panda. Sepertinya Kripik Sinjai Panda memang memanfaatkan saat Christine Hakim tutup. Penjaga toko seorang nenek tua dengan telaten dan ramah mengepak setiap pesanan kami, membuat kami terhibur meski kehilangan kesempatan belanja di Christine Hakim.




Lalu kami menuju Sofyan Inn Rangkayo Basa di jalan Moh Yamin di Jalan Moh. Yamin. Hotelnya masih baru dan terlihat resik, namun kamarnya sangat kecil, kali ini kami kembali memesan dua kamar. Sehingga Si Bungsu kembali dapat mendengar efek stereo dengkur kedua orang tuanya. Untuk menginap disini kami membayar 2 kamar x Rp 420.000,  total Rp. 840.000. 

Lanjut ke http://hipohan.blogspot.co.id/2015/12/jelajah-sumatera-part-8-dari-10-menuju.html

No comments: