Monday, August 12, 2013

Inspirasi dari Jawa Timur #5 of 14 Suramadu


Setelah Monumen Jalasveva Jayamahe yang mengecewakan, kami memutuskan ke Hotel untuk mandi, istirahat, untuk menuju Suramadu pada sore hari-nya sambil berbuka puasa. Rencana untuk ke Bebek Kayu Tangan (Belakang Novotel) dan Lontong Balap (sebelum RS dr. Soetomo) terpaksa kami hapus dari itinerary kami, karena mendapat informasi baru, ada Restoran Taman “Jembatan Suramadu” yang dapat kita temukan setelah jembatan berakhir ke arah Bangkalan.

Jembatan Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan Surabaya dan Bangkalan dengan panjang 5.438 m, jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini dan dibangun dengan biaya sekitar Rp. 4,5 Triliun.
Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge) yang dibangun secara bersamaan. Diresmikan awal pembangunannya oleh Megawati Soekarnoputri pada 20/8/2003 dan diresmikan pembukaannya oleh SBY pada 10/6/2009.


Gabungan dari tiga jenis jembatan memiliki lebar kurang lebih 30 meter dan tinggi 146 meter. Jembatan ini menyediakan empat lajur dua arah selebar 3,5 meter dengan dua lajur darurat selebar 2,75 meter. Dan lajur khusus bagi pengendara sepeda motor disetiap sisi luar jembatan.
Ternyata restoran-nya cukup besar, sepertinya bisa menampung ratusan pengunjung sekaligus. Konon kabarnya restoran ini milik Bupati Bangkalan, dan bisa kita temukan kurang lebih 15 km setelah jembatan berakhir. Suasana gemerlap di Surabaya langsung terasa kontras dengan suasana Madura yang gelap gulita. Munir membuat suasana semakin mencekam saat bercerita tentang banyak-nya aksi begal berupa  pembunuhan dan perampokan serta anak2 geng motor yang sering melakukan perampasan di daerah ini. Si Bungsu yang duduk sendirian di baris ketiga menjadi terlihat pucat dan ketakutan, dan memintaku untuk duduk disebelah-nya.



Kami memesan bebek goreng, sop buntut goreng, tempe,dan kangkung ca. Lalu nasi goreng untuk dibawa pulang sebagai bekal sahur. Bebek goreng-nya sangat berminyak dan basah, namun kangkung ca, tempe, sop buntut-nya sedap meski  terlalu berlemak. Untuk minuman kami memesan es kelapa muda dan jeruk namun  ternyata mendapat bonus Liang Tea, masing2 segelas. Saat duduk menunggu makanan, tiba2 Munir menunjukkan wajah kaget dan lalu Brakk !! dia menghantam seekor serangga bersayap di atas meja dengan menggunakan asbak. Kami yang kaget bertanya ada apa, dan Munir menjelaskan “Lah bapak gak tahu ? ini Tomcat pak, bahaya sekali kalau kena bisa-nya”.



Di kiri dan kanan jalan terdapat banyak kios yang menjual camilan khas Madura dan souvenir2 seperti di Nagrek. Sayangnya souvenir yang dijajakan kualitasnya kurang baik. Sebagai kolektor kapal2 kecil, istri memaksa untuk membeli kapal nelayan Madura, yang menurut saya agak norak.  Pulang-nya dengan menyalakan lampu hazard, saya dan si sulung turun untuk memotret,, sayang-nya jembatan ini tidak terlihat menarik saat melintasi-nya. Dan lagi2 Munir tidak tahu posisi paling pas untuk memotret jembatan ini dari luar meski saya sudah menunjukkan sampel foto jembatan yang saya maksud dari Internet. Menurut Munir lokasi paling pas sebenar-nya dari Madura, namun daerah-nya rawan.  Mengingat memotret di jalan tol sangat berbahaya, dan kami hanya sebentar, saya memutuskan tidak menggunakan tripod namun dengan meletakkan kamera di sebagian permukaan datar dari jembatan untuk pemotretan. Sayang juga obyek ini tidak dilihat sebagai destinasi wisata.

Kembali ke Sidoarjo, Mas Munir mengajak kami ke warung Baso Solo langganan-nya, yakni Baso Solo Mburi Pos depan Kantor Pos Sidoardjo. Untung saja jam meski 21:30 warung ini masih buka dan ramai luar biasa. Sayang saya lupa mencoba Es Teler-nya, namun cukup puas makan baso-nya, kaldu dan rasa baso-nya pas di mulut.

Link selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/08/inspirasi-dari-jawa-timur-6-lumpur.html

No comments: